Rabu, 04 November 2009

Distribusi PLTMH

Distribusi PDF Cetak E-mail
Diupload Oleh Administrator
Monday, 20 August 2007

Sistem transmisi dan distribusi perencanaan PLTMH tidak menggunakan transformer untuk menaikkan dan menurunkan tegangan. Jarak transmisi dan distribusi s.d maksimum 3 km masih memungkinkan tanpa transformer. Losses sepanjang transmisi dan distribusi diasumsikan maksimum 5%. Sistem transmisi menggunakan tegangan 220 V/380 V

Untuk mencapai kondisi tersebut, maka digunakan kabel transmisi utama 3 phasa Twisted AI 4 x 70 mm2 . Kabel distribusi digunakan Twisted AI 4 x 35 mm2 , dan kabel koneksi ke konsumen menggunakan Twisted AI 2 x 10 mm2. Setiap sambungan rumah menggunakan pembatas arus 0.5 A untuk membatasi penggunaan beban berlebih.

Untuk instalasi rumah digunakan kabel NYM 2 x 1,5 mm2 dan NYM 3 x 1,5 MM2. Setiap intalasi rumah dilengkapi 3 lampu, 1 saklar double, 1 saklar tunggal, dan 1 stop kontak.

Rumah Pembangkit

Rumah pembangkitan yang merupakan titik pusat pembangkitan direncanakan dengan ukuran 3 x 4 m atau 4 x 4 m tergantung kondisi dilapangan. Pada rumah pembangkit ini akan ditempatkan peralatan elektrilkal - mekanik yang terdiri dari:

• Turbin dan sistem mekanik

• Generator

• Panel kontrol

• Ballast Load

• Tempat peralatan/tools

Rumah pembangkit dilengkapi dengan pengamanan terhadap petir dan arus berlebih (lightning arrester). Rumah pembangkit berupa pasangan bata dengan bangunan coran bertulang pada pondasi turbin dan penampungan air di bawah turbin sebelum keluar ke tail race.

Hal utama yang menjadi perhatian dalam pembangunan rumah pembangkit adalah aksasibilitas dan sirkulasi udara untuk melepas panas pada ballast load. Sirkulasi udara yang baik akan menjaga temperatur kerja sekitar rumah pembangkit tidak berlebih, sehingga temperatur kerja mesin dapat dijaga dengan baik.

Perencanaan Sipil

Perencanaan Sipil PDF Cetak E-mail
Diupload Oleh Administrator
Monday, 20 August 2007

• Saluran penghantar (head race)

Saluran penghantar berfungsi untuk mengalirkan air dari intake sampai ke bak penenang. Perencanaan saluran penghantar berdasarkan pada kriteria:

• Nilai ekonomis yang tinggi

• Efisiensi fungsi

• Aman terhadap tinjauan teknis

• Mudah pengerjaannya

• Mudah pemetiharaannya

• Struktur bangunan yang memadai

• Kehilangan tinggi tekan (head losses) yang kecil

Perencanaan hidrolis

Dimensi saluran dihitung menggunakan formula untuk perhitungan aliran seragam (uniform flow) pada saluran terbuka. Proses perencanaan hidrolis saluran pembawa dilakukan menggunakan software engineering hydraulic Flow Pro. 2. Pada perencanaan ini ditetapkan slope saluran pembawa sebesar 0.001 dengan koefisien Manning 0.012.

  1. Kecepatan aliran

Kecepatan aliran pada saluran penghantar direncanakan sedemikian rupa untuk mencegah sedimentasi akibat kecepatan rendah maupun pengerusan tanah akibat kecepatan tinggi. Kecepatan aliran yang diCiinkan dalam saluran ditetapkan dengan asumsi ukuran butir material sedimen 0.2 - 0.3 mm

Kecepatan aliran yang diijinkan pada perencanaan ini adalah :

• Kecepatan maksimum

:

2 m/det, saluran pasangan batu tanpa plesteran

• Kecepatan minimum

:

0.3 m/det, saluran pasangan batu plesteran

0.5 m/det, saluran tanpa pasangan/plesteran

Kecepatan rata aliran yang diijinkan pada perencanaan ini berkisar 0.5 - 0.7 m/det.

Tabe15.1 Perhitungan Saluran Pembawa, Flow Pro 2

U-SHAPED CHANNEL

SI Units

U-shaped Channel

Discharge

Diameter

Manning's n

Slope

Control Depth

0.75

1.2

0.012

0.001

1,000

Normal Depth

XSee Area

Crit. Depth

XSec Area

Flow Type

0,546

0,656

0,342

0,410

Subcritical

Distance

Depth

Energy

Area

Velocity

36,900

0,970

0,991

1,164

0,644

74,486

0,940

0,962

1,128

0,665

112,876

0,909

0,934

1,091

0,687

150,000

0,881

0,907

1,057

0,709

• Bak penenang dan pengendap (head tank)

Konstruksi bak penenang dalam perencanaan ini adalah sebagaimana ditampilkan pada gambar 5.4. Perhitungan dimensi bak penenang dilakukan dengan beberapa kriteria, yaitu :

• Volume bak 10 - 20 kali debit yang masuk untuk menjamin aliran steady di pipa pesat dan mampu meredam tekanan balik pada saat penutupan aliran di pipa pesat.

• Bak penenang direncanakan dengan menetapkan kecepatan vertikal partikel sedimer 0.03 m/det.

• Pipa pesat ditempatkan 15 cm di atas dasar bak penenang untuk menghindarkan masuknya batu atau benda-benda yang tidak diijinkan terbawa memasuki turbin, karena berpotensi merusak runner turbin.

• Pipa pesat ditempatkan pada jarak minimum 4 x D (diameter pipa pesat) dari muka air untuk menjamin tidak terjadi turbulensi dan pusaran yang memungkinkan masuknya udara bersama aliran air di dalam pipa pesat

• Bak penenang dilengkapi trash rack untuk mencegah sampah dan benda-benda yang tidak diinginkan memasuki pipa pesat bersama aliran air.

• Pipa penguras ditempatkan di bak pengendap dan bak penenang sebagai kelengkapan untuk perawatan (pembuangan endapan sedimen).

• Bak penenang diiengkapi pelimpas yang direncanakan untuk membuang kelebihan debit pada saat banjir. Bangunan bak penenang dan saluran pembawa direncanakan terjaga ketinggian permukaan pada saat banjir sampai maksimum 25% dari debit desain.

• Konstruksi bak penenang dan pengendap berupa pasangan batu diplester dengan dasar bak berupa cor-an beton tumbuk (tanpa tulangan) kedap air.

• Pipa pesat (penstock)

Pipa pesat (penstock) adalah pipa yang yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bak penenang (forebay tank). Perencanaan pipa pesat mencakup pemilihan material, diameter penstock, tebal dan jenis sambungan (coordination point). Pemilihan material berdasarkan pertimbangan kondisi operasi, aksesibility, berat, sistem penyambungan dan biaya. Diameter pipa pesat dipilih dengan pertimbangan keamanan, kemudahan proses pembuatan, ketersediaan material dan tingkat rugirugi (fiction losses) seminimal mungkin. Ketebalan penstock dipilih untuk menahan tekanan hidrolik dan surge pressure yang dapat terjadi.

• Pemilihan pipa pesat

Data dan asumsi awal perhitungan pipa pesat:

• Material pipa pesat menggunakan plat baja diroll dan dilas (welded rolled steel. Hat ini dipilih sebagai alternatif terbaik untuk mendaotkan biaya terkecil. Material yang digunakan adalah mild steel (St 37) dengan kekuatan cukup.

• Head losses pada sistem pemipaan (penstock) diasumsikan sekitar 4% terhadap head gross.

• Diameter pipa pesat

Diameter minimum pipa pesat dapat dihitung dengan persamaan

D=( 10.3 n 2 Q 2 L / hf ) 0.1875

Di mana:

n = koefisien kekasaran (roughness) untuk welded steel, 0.012

Q = debit desain sebesar m 3 /S

L = panjang penstock, m

H = tinggi jatuhan air (gross head), m

Tabel 5. 2 Material Pipa Pesat

Material Young's modulus
of elasticity
E (N/m 2 )E9
linear expansion
a (n/m QC)E6
Ultimate
tensile strength
(N/m 2 )E6
N

Weleded steel

206

12

400

0.012

Polyethylene

0.55

140

5

0.009

Polyvinyl chloride (PVC)

2.75

54

13

3,009

Asbestos cenent

n.a

8.1

na

0.011

Cast iron

78.5

10

140

0.014

Dutiie iron

16,7

11

340

0.015

• Tebal plat

Perhitungan tebal plat dapat menggunakan persamaan

tp = (P i .D/ 2sf.Kf)+ts

dimana :

ts = adalah penambahan ketebalan pipa untuk faktor korosi

P1 = tekanan hidrostatik, kNi P mm 2

D = diameter dalam pipa

Kf = faktor pehgelasan sebesar 0.9 untuk pengelasan dengan inspeksi x-ray faktor pengelasan sebesar 0.8 untuk pengelasan biasa

sf = desaintegangan pipa yang diijinkan

Pendekatan paling sederhana menggunakan rekomendasi ASME untuk tebal penstock minimum (mm) adalah 2,5 kali diameter pipa (m) di tambah 1,2 mm.

t min = 2.5D + 1.2 mm

Rekomendasi lain adalah

t min =(D+508)/1400

• Waterhammer

Pada saat penutupan inlet valve dapat terjadi tekanan gelombang aliran air di dalam pipa yang dikenal sebagai waterhammer. Tekanan baiik akibat tertahannya aliran air oleh penutupan katup akan berinteraksi dengan tekanan air yang menuju inlet valve sehingga terjadi tekanan tinggi yang dapat merusak penstock. Besarnya tekanan tersebut dipengaruhi oleh faktor

• Kecepatan gelombang tekanan ( pressure wave speed ), c yang besarnya

C= [ 10 -3 K/(1+ KD/Et)] 0.5

Dimana :

K = modulus bulk air, 2.1 x 10' N/m 2

E = modulus elastilk material, untuk welded steel 2.1 x 11C N/m 2

D = diameter pipa (mm)

t = tebal pipa (mm)

• Surge pressure pada pipa, Ps (m kolom air)

P S = c.?V/g

di mana :

?V = kecepatan aliran air didalam pilpa adalah 4Q/ ? D 2

g = percepatan gravitasi m/det 2

Tekanan total (tekanan kritis) di dalam pipa adalah sebesar, Pc:

Pc = PO + PS

= (0.96 Hgross) + PS

dimana Po adalah tekanan hidrostatik dalam pipa dengan asumsi headloss 4% Sementara itu tegangan yang terjadi pada dinding pipa adalah

s = Pc. D/2.t

Tegangan pada dinding pipa tersebut dibandingkan dengan kekuatan tarik material dan tegangan yang diijinkan. Apabila tegangan pada dinding pipa lebih besar maka penentuan diameter dan ketebalan pipa diulang (iterasi) sampai diperoleh kondisi yang aman. Perhitungan rinci kekuatan dan keamanan pipa dilampirkan pada setiap lokasi rencana pengembangan PLTMH.

• Tumpuan pipa pesat (saddles support)

Tumpuan pipa pesat, baik pondasi anchor block, saddle support, berfungsi untuk mengikat dan menahan penstock. Jarak antar tumpuan (L) ditentukan oleh besarnya defleksi maksimum penstock yang diijinkan. Jarak maksimum dudukan pondasi penstok dapat dihitung dengan formula:

L = 182.61 x {[(D + 0.0147) 4 - D 4 ]/ p} 0.333

Dimana.

D = diameter dalam penstock (m)

P = berat satuan dalam keadaan penuh berisi air (kg/m).

Berat satuan pipa pesat dihitung dengan formula

W pipa = ? D x t x l x ?baja

Di mana

W pipa = kg 1 m pipa pesat

D = diameter pipa, m

t = tebal pipa, m

pbaja= 7860 kg/M3

Berat air di dalam pipa dihitung sebesar:

Di mana:

W air = kg 1 m pipa pesat

D = diameter pipa, m

1 = panjang pipa satuan, 1 m

p air = 1000 kg/m3

W air = 0.25nD 2 x 1 x pair

Berat satuan pipa berisi penuh air adalah, P = W pipa + W air . Pada perencanaan

PLTMH ini, jarak antar tumpuan pipa pesat rata-rata adalah 4 m,

• Rugi-rugi head (Head Losses).

Rugi-rugi head (head losses) diberikan oleh flaktor:

• Kerugian karena gesekan saat aliran air melewati trashrack

• Kerugian gesekan aliran fluida di dalam pipa

• Kerugian karena turbulensi aliran yang dipengaruhi belokan, bukaan katup, perubahan penampang aliran

Reduksi head losses dapat dilakukan dengan cara :

• Penggunaan diameter pipa yang lebih besar (harus mempertimbangkan biaya)

• Mengurangi belokan pada penstock dan pemilihan dimensi yang terbaik untukmendapatkan rugi-rugi yang kecil.

Besarnya rugi-rugi pada pipa pesat terdiri dari:

Rugi-rugi karena gesekan selama aliran didalam pipa, hfriction

Hfriction = ?.L.V 2 / 2.g.D

Di mana ;

? = koefisien gesekan berdasarkan diagram Moody, bilangan Reynolds dan koefisien kekasaran material

L = panjang penstock, m

V = kecepatan rata-rata, m/det

G = percepatan gravitasi, m/det 2

D = diameter pipa pesat, m

Persamaan empiris lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung rugi-rugi gesekan ini adalah:

(Hf 1 L) = 10.29 n 2 Q21 D5 .333

dimana:

Hf head losses karena gesekan aliran di dalam pipa, m L panjang pipa, m n koefisien kekasaran Manning, 0.012 untuk material welded steel Q debit, m 31S

D diameter penstock, m

Kerugian karena gesekan pada aliran metalui trashrack dapat dihitung dengan formula Kirchmer sebagai berikut

t pr27sin lb 2g

dimana ;

Kt = koefisien gesekan bentuk pelat trashrack

t = tebal plat trashrack

b = jarak antar plat trashrack

Vo = kecepatan aliran air

g = percepatan gravitasi

0 = sudut jatuhan trashrack dengan horisontal

Kerugian karena turbulensi, HI

HI total. V2 1 2g

Di mana, koefisien losses, ~ total besarnya adalah

~ total = Onlet loss + ~ belokantelbow + ~inlet valve + ~reducer/difusor + ~draf'Lube

Berdasarkan perhitungan menggunakan form. ula-formula di atas, maka pada perencanaart PLTM ini ukuran pipa pesat distandarisasi untuk memudahkan aplikasi di lapangan, sebagaimana dapat dilihat di tabel 5.3. Diameter standar pipa dibuat dari plat ukuran 120 cm x 240 cm yang diroll dan dilas.

Tabel 5.3 Standard Penggunaan Pipa Pesat

Tabel 5.6 Koefisier, Kekasaran Manning beberapa material Penstock

Wdded~1 pc~yiem (M) PVC Adx~c~nt 0~kw cam hw V~-~(m,vi) CweffiM, ~ f~ m~ 1~)

(1. 01 2_ TWO 0." (1.011 (1,015 0.014: (1.012


Pelaksanaan Elektrikalmekanikal

Pelaksanaan Elektrikalmekanikal PDF Cetak E-mail
Diupload Oleh Administrator
Monday, 20 August 2007
1. Pemilihan Turbin

Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya , turbin air dibagi menjadi dua kelompok:

v Turbin impuls (cross-flow, pelton & turgo)

untuk jenis ini, tekanan pada setiap sisi sudu geraknya lrunnernya - bagian turbin yang berputar - sama.

v Turbin reaksi ( francis, kaplanlpropeller)

Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relatif spesifik. Pada beberapa daerah operasi memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis turbin pada daerah operasi yang overlaping ini memerlukan perhitungan yang lebih mendalam. Pada dasarnya daerah kerja operasi turbin menurut Keller2 dikelompokkan menjadi:

Low head powerplant: dengan tinggi jatuhan air (head) :S 10 M3

Medium head power plant:: dengan tinggi jatuhan antara low head dan high-head High head power plant: dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi persamaan

H ≥ 100 (Q)0-113

dimana, H =head, m Q = desain debit, m 31s

Secara umum hasil survey lapangan mendapatkan potensi pengembangan PLTMH dengan tinggi jatuhan (head) 6 - 60 m, yang dapat dikattegoirikan pada head rendah dan medium.

Tabel Daerah Operasi Turbin

Jenis Turbin

Variasi Head, m

Kaplan dan Propeller

2 < H < 20

Francis

10 < H < 350

Peiton

50 < H < 1000

Crossfiow

6 < H < 100

Turgo

50 < H < 250

2. Kriteria Pemilihan Jenis Turbin

Pemilihan jenis turbin dapat ditentukan berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin, khususnya untuk suatu desain yang sangat spesifik. Pada tahap awal, pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu :

v Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang akan dimanfaatkan untuk operasi turbin merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan jenis turbin, sebagai contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi, sementara turbin propeller sangat efektif beroperasi pada head rendah.

v Faktor daya (power) yang diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia.

v Kecepatan (putaran) turbin ang akan ditransmisikan ke generator. Sebagai contoh untuk sistem transmisi direct couple antara generator dengan turbin pada head rendah, sebuah turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang diinginkan, sementara turbin pelton dan crossflow berputar sangat lambat (low speed) yang akan menyebabkan sistem tidak beroperasi.

Ketiga faktor di atas seringkali diekspresikan sebagai "kecepatan spesifik, Ns", yang didefinisikan dengan formula:

Ns = N x P0.51W .21

dimana :

N = kecepatan putaran turbin, rpm

P = maksimum turbin output, kW

H = head efektif , m

Output turbin dihitung dengan formula:

P=9.81 xQxHx qt (2)

dimana

Q = debit air, m 3 ldetik

H = efektif head, m

ilt = efisiensi turbin

= 0.8 - 0.85 untuk turbin pelton

= 0.8 - 0.9 untuk turbin francis

= 0.7 - 0.8 untuk turbin crossfiow

= 0.8 - 0.9 untuk turbin propellerlkaplan

Kecepatan spesifik setiap turbin memiliki kisaran (range) tertentu berdasarkan data eksperimen. Kisaran kecepatan spesifik beberapa turbin air adalah sebagai berikut:

Turbin pelton

12≤Ns≤25

TurbinFrancis

60≤;Ns≤300

Turbin Crossflow

40≤Ns≤200

Turbin Propeller

250≤Ns≤ 1000

Dengan mengetahui kecepatan spesifik turbin maka perencanaan dan pemilihan jenis turbin akan menjadi lebih mudah. Beberapa formula yang dikembangkan dari data eksperimental berbagai jenis turbin dapat digunakan untuk melakukan estimasi perhitungan kecepatan spesifik turbin, yaitu :

Turbin pelton (1 jet)

Ns = 85.49/H0.243

(Siervo & Lugaresi, 1978)

Turbin Francis

Ns = 3763/H0.854

(Schweiger & Gregory, 1989)

Turbin Kaplan

Ns = 2283/H0.486

(Schweiger & Gregory, 1989)

Turbin Crossfiow

Ns = 513.25/H0.505

(Kpordze & Wamick, 1983)

Turbin Propeller

Ns = 2702/H0.5

(USBR, 1976)

Dengan mengetahui besaran kecepatan spesifik maka dimensi dasar turbin dapat diestimasi (diperkirakan).

Pada perencanaan PLTMH ini, pilihan turbin yang cocok untuk lokasi yang tersedia adalah :

  1. Turbin propeller tipe open flume untuk head rendah s.d 6 m
  2. Turbin crossflow 1 banki-mithell untuk head 6 m < H < 60 m.

Pemilihan jenis turbin tersebut berdasarkan ketersediaian teknologi secara lokal dan biaya pembuatan/pabrikasi yang lebih murah dibandingkan tipe lainnya seperti pelton dan francis. Jenis turbin crosstlow yang dipergunakan pada perencanaart ini adalah crossfiow T-14 dengan diameter runner 0.3 m. Turbin tipe ini memiliki efisiensi maksimum yang baik sebesar 0.74 dengan efisiensi pada debit 40% masih cukup tinggi di atas 0.6. Sementara untuk penggunaan turbin propeller open flume pabrikasi lokal ditetapkan efisiensi turbin sebesar 0.75.

Penggunaan kedua jenis turbin tersebut untuk pembangkit tenaga air skala mikro (PLTMH), khususnya crossfIlow T-14 telah terbukti handai di lapangan dibandingkan jenis crossfiow lainnya yang dikembangkan oleh berbagai pihak (lembaga penelitian, pabrikan, import).

Putaran turbin baik propeller open flume head rendah dan turbin crossflow memiliki kecepatan yang rendah. Pada sistem mekanik turbin digunakan transmisi sabuk flatbelt dan pulley untuk menaikkan putaran sehingga sama dengan putaran generator 1500 rpm. Efisiensi sistem transmisi mekanik flat belt diperhitungkan 0.98. Sementara pada sistem transmisi mekanik turbin propeller open flume menggunakan sabuk V, dengan efisiensi 0.95.

Diagram Aplikasi berbagai jenis Turbin

(Head Vs Debit)

Tabel Putaran Generator Sinkron (rpm)

Jumlah Pole (kutub)

Frekuensi , 50 Hz

2

3000

4

1500

6

1000

8

750

10

600

12

500

14

429

Tabel Run-away speed Turbin, N maks/N

Jenis Turbin

Putaran Nominal, N (rpm)

Runaway speed

Semi Kaplan, single regulated

75-100

2-2.4

Kaplan, double regulated

75-150

2.8-3.2

Small-medium Kaplan

250-700

2.8-3.2

Francis (medium & high head)

500-1500

1.8-2.2

Francis (low head)

250-500

1.8-2.2

Pelton

500-1500

1.8-2

Crossflow

100-1000

1.8-2

Turgo

600-1000

2

2. Pemilihan Generator dan Sistem Kontrol

Generator adalah suatu peralatan yang berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Jenis generator yang digunakan pada perencanaan PLTMH ini adalah :

v Generator sinkron, sistem eksitasi tanpa sikat (brushless exitation) dengan penggunaan dua tumpuan bantalan (two bearing).

v Induction Motor sebagai Generator (IMAG) sumbu vertikal, pada perencanaan turbin propeller open flume

Spesifikasi generator adalah putaran 1500 rpm, 50 Hz, 3 phasa dengan keluaran tegangan 220 V/380 V. Efisiensi generator secara umum adalah

v Aplikasi < 10 KVA efisiensi 0.7 - 0.8

v Aplikasi 10 - 20 KVA efisiensi 0.8 - 0.85

v Aplikasi 20 - 50 KVA efisiensi 0.85

v Aplikasi 50 - 100 KVA efisiensi 0.85 - 0.9

v Aplikasi >. - 100 KVA efisiensi 0.9 - 0.95

Sistem kontrol yang digunakan pada perencanaan PLTMH ini menggunakan pengaturan beban sehingga jumlah output daya generator selalu sama dengan beban. Apabila terjadi penurunan beban di konsumen, maka beban tersebut akan dialihkan ke sistem pemanas udara (air heater) yang dikenal sebagai ballast load/dumy load.

Sistem pengaturan beban yang digunakan pada perencanaan ini adalah

v Electronic Load Controller (ELC) untuk penggunaan generator sinkron

v Induction Generator Controller (IGC) untuk penggunaan IMA

Sistem kontrol tersebut telah dapat dipabrikasi secara lokal, dan terbukti handal pada penggunaan di banyak PLTMH. Sistem kontrol ini terintegrasi pada panel kontrol (switch gear).

Fasillitas operasi panel kontrol minimum terdiri dari

v Kontrol start/stop, baik otomatis, semi otomatis, maupun manual

v Stop/berhenti secara otomatis

v Trip stop (berhenti pada keadaan gangguan: over-under voltage, over-under frekuensi.

v Emergency shut down, bila terjadi gangguan listrik (misal arus lebih)

Notes:

Keller, S.: Triebwasserweg und spezifische Probleme von Hochdruckanlagen. In: Kleinwasserkraftwerke, Projektierung und Entwurf Published by Prof. Dr. S. Radler, University for Soil Culture, Intitute for Water Management, Vienna, 1981


Perencanaan PLTMH

Perencanaan PLTMH PDF Cetak E-mail
Diupload Oleh Administrator
Monday, 20 August 2007
Pemilihan Lokasi dan Lay out Dasar

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) pada dasarnya memanfaatkan energi potensial air Gatuhan air). Semakin tinggi jatuhan air ( head ) maka semakin besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik. Di samping faktor geografts yang memungkinkan, tinggi jatuhan air ( head ) dapat pula diperoleh dengan membendung aliran air sehingga permukaan air menjadi tinggi.

Secara umum lay-out sistem PLTMH merupakan pembangkit jenis run off river, memanfaatkan aliran air permukaan (sungai). Komponen sistern PLTMH tersebut terdiri dari banaunan intake (penyadap) - bendungan, saluran pembavia, bak pengendap dan penenang, saluran pelimpah, pipa pesat, rumah pembangkit dan saluran pembuangan. Basic lay-out pada perencanaan pengembangan PLTMH dimulai dari penentuan lokasi intake, bagaimana aliran air akan dibawa ke turbin dan penentuan tempat rumah pembangkit untuk rnendapatkan tinggi jatuhan ( head ) optimum dan aman dari banjir.

• Lokasi bangunan intake

Pada umumnya instalasi PLTMH merupakan pembangkit listrik tenaga air jenis aliran sungai langsung, jarang yang merupakan jenis waduk (bendungan besar). Konstruksi bangunan intake untuk mengambil air langsung dari sungai dapat berupa bendungan (intake dam) yang melintang sepanjang lebar sungai atau langsung membagi aliran air sungai tanpa dilengkapi bangunan bendungan. Lokasi intake harus dipilih secara cermat untuk menghindarkan masalah di kemudian hari.

Kondisi dasar sungai

Lokasi intake harus memiliki dasar sungai yang relatif stabil, apalagi bila bangunan intake tersebut tanpa bendungan (intake dam). Dasar sungai yang tidak stabil inudah mengalami erosi sehingga permukaan dasar sungai lebih rendah dibandingkan dasar bangunan intake; hal ini akan menghambat aliran air memasuki intake.

Dasar sungai berupa lapisanllempeng batuan merupakan tempat yang stabil. Tempat di mana kemiringan sungainya kecil, umumnya memiliki dasar sungai yang relatif stabil. Pada kondisi yang tidak memungkinkan diperoleh lokasi intake dengan dasar sungai yang relatif stabil dan erosi pada dasar sungai memungkinkan teladi, maka konstruksi bangunan intake dilengkapi dengan bendungan untuk menjaga ketinggian dasar sungai di sekitar intake.

Bentuk aliran sungai

Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada instalasi PLTMH adalah kerusakan pada bangunan intake yang disebabkan oleh banjir. Hal tersebut sering terjadi pada intake yang ditempatkan pada sisi luar sungai. Pada bagian sisi luar sungai (b) mudah erosi serta rawan terhadap banjir. Batti-batuan, batang pohon serta berbagai material yang terbawa banjir akan mengarah pada bagian tersebut. Sementara itu bagian sisi dalam sungai (c) merupakan tempat terjadinya pengendapan lumpur dan sedimentasi, schingga tidak cocok untuk lokasi intake. Lokasi intake yang baik terletak sepanjang bagian sungai yang relatif lurus (a), di mana aliran akan terdorong memasuki intake secara alami dengan membawa beban (bed load) yang kecil.

Lokasi rumah pembangkit (power house)

Pada dasarnya setiap pembangun an mikrohidro berusaha untuk mendapatkan head yang maksimum. Konsekuensinya lokasi rumah pembangkit (power house) berada pada tempat yang serendah mungkin. Karena alasan keamanan dan 6nstruksi, lantai rumah pembangkit harus selalu lebih tinggi dibandingkan permukaan air sungai. Data dan informasi ketinggian permukaan sungai pada waktu banjir sangat diperlukan dalam menentukan lokasi rumah pembangkit.

Selain lokasi rumah pembangkit berada pada ketinggian yang aman, saluran pembuangan air ( tail race ) harus terlindung oleh kondisi alam, seperti batu-batuan besar. Disarankan ujung saluran tail race tidak terletak pada bagian sisi luar sungai karena akan mendapat beban yang besar pada saat banjir, serta memungkinkan masuknya aliran air menuju ke rumah pembangkit.

• Lay-out Sistem PLTMH

Lay out sebuah sistem PLTMH merupakan rencana dasar untuk pembangunan PLTMH. Pada lay out dasar digambarkan rencana untuk mengalirkan air dari intake sampai ke saluran pembuangan akhir.

Air dari intake dialirkan ke turbin menggunakan saluran pembawa air berupa kanal dan pipa pesat (penstock). Penggunaan pipa pesat memerlukan biaya yang iebih besar dibandingkan pembuatan kanal terbuka, sehingga dalam membuat lay out perlu diusahakan agar menggunakan pipa pesat sependek mungkin. Pada lokasi. tertentu yang tidak memungkinkan pembuatan saluran pembawa, penggunaan pipa pesat yang panjang tidak dapat dihindari.

Pendekatan dalam membuat lay out sistem PLTMH adalah sebagai berikut:

Air dari intake dialirkan melalui penstok sampai ke turbin. Jalur pemipaan mengikuti aliran air, paralel dengan sungai (gbr 5.3, long penstock following river). Metoda ini dapat dipilih seandainya pada medan yang ada tidak memungkinkan untuk dibuat kanal, seperti sisi sungai berupa tebing batuan. Perlu diperhatikan bahwa penstock harus aman terhadap banjir.

Energi Surya

Energi Surya PDF Cetak E-mail
Diupload Oleh Administrator
Monday, 20 August 2007
Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan pra-syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat.

Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tersebut, dikembangkan berbagai energi alternatif, di antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar.

Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia.

Kondisi Umum

Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potesi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%.

Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi energi surya termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air. Energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total ± 6 MW.

Ada dua macam teknologi energi surya yang dikembangkan, yaitu:

• Teknologi energi surya fotovoltaik;

• Teknologi energi surya termal.

TEKNOLOGI ENERGI SURYA FOTOVOLTAIK

Teknologi dan Kemampuan Nasional

Pemanfaatan energi surya khususnya dalam bentuk SHS (s olar home systems ) sudah mencapai tahap semi komersial.

Komponen utama suatu SESF adalah:

  • Sel fotovoltaik yang mengubah penyinaran matahari menjadi listrik, masih impor, namun untuk laminating menjadi modul surya sudah dkuasai;
  • Balance of system (BOS) yang meliputi controller, inverter , kerangka modul, peralatan listrik, seperti kabel, stop kontak, dan lain-lain, teknologinya sudah dapat dikuasai;
  • Unit penyimpan energi (baterai) sudah dapat dibuat di dalam negeri;
  • Peralatan penunjang lain seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, sistem hibrid, dan lain-lain masih diimpor.

Kandungan lokal modul fotovoltaik termasuk pengerjaan enkapsulasi dan framing sekitar 25%, sedangkan sel fotovoltaik masih harus diimpor. Balance of System (BOS) masih bervariasi tergantung sistem desainnya. Kandungan lokal dari BOS diperkirakan telah mencapai diatas 75%.

Sasaran Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia

  • Sasaran pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut: Semakin berperannya pemanfaatan energi surya fotovoltaik dalam penyediaan energi di daerah perdesaan, sehingga pada tahun 2020 kapasitas terpasangnya menjadi 25 MW.
  • Semakin berperannya pemanfaatan energi surya di daerah perkotaan.
  • Semakin murahnya harga energi dari solar photovoltaic , sehingga tercapai tahap komersial.
  • Terlaksananya produksi peralatan SESF dan peralatan pendukungnya di dalam negeri yang mempunyai kualitas tinggi dan berdaya saing tinggi.

Strategi Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia

Strategi pengembangan energi surya fotovoltaik di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Mendorong pemanfaatan SESF secara terpadu, yaitu untuk keperluan penerangan (konsumtif) dan kegiatan produktif.Mengembangan SESF melalui dua pola, yaitu pola tersebar dan terpusat yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pola tersebar diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk menyebar dengan jarak yang cukup jauh, sedangkan pola terpusat diterapkan apabila letak rumah-rumah penduduk terpusat.
  • Mengembangkan pemanfaatan SESF di perdesaan dan perkotaan.
  • Mendorong komersialisasi SESF dengan memaksimalkan keterlibatan swasta.
  • Mengembangkan industri SESF dalam negeri yang berorientasi ekspor.
  • Mendorong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efisien dengan melibatkan dunia perbankan.

Program Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia

Program pengembangan energi surya fotovoltaik adalah sebagai berikut:

  • Mengembangkan SESF untuk program listrik perdesaan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah yang jauh dari jangkauan listrik PLN.
  • Meningkatkan penggunaan teknologi hibrida, khususnya untuk memenuhi kekurangan pasokan tenaga listrik dari isolated PLTD.
  • Mengganti seluruh atau sebagian pasokan listrik bagi pelanggan Sosial Kecil dan Rumah Tangga Kecil PLN dengan SESF. Pola yang diusulkan adalah:
  • Memenuhi semua kebutuhan listrik untuk pelanggan S1 dengan batas daya 220 VA;
  • Memenuhi semua kebutuhan untuk pelanggan S2 dengan batas daya 450 VA;
  • Memenuhi 50 % kebutuhan listrik untuk pelanggan S2 dengan batas daya 900 VA;
  • Memenuhi 50 % kebutuhan untuk pelanggan R1 dengan batas daya 450 VA.
  • Mendorong penggunaan SESF pada bangunan gedung, khususnya Gedung Pemerintah.
  • Mengkaji kemungkinan pendirian pabrik modul surya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kemungkinan ekspor.
  • Mendorong partisipasi swasta dalam pemanfaatan energi surya fotovoltaik.
  • Melaksanakan kerjasama dengan luar negeri untuk pembangunan SESF skala besar.

Peluang Pemanfaatan Fotovoltaik

Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang kecil dan banyak yang terpencil menyebabkan sulit untuk dijangkau oleh jaringan listrik yang bersifat terpusat. Untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah-daerah semacam ini, salah satu jenis energi yang potensial untuk dikembangkan adalah energi surya. Dengan demikian, energi surya dapat dimanfaatkan untuk p enyedian listrik dalam rangka mempercepat rasio elektrifikasi desa.

Selain dapat digunakan untuk program listrik perdesaan, peluang pemanfaatan energi surya lainnnya adalah:

  • Lampu penerangan jalan dan lingkungan;
  • Penyediaan listrik untuk rumah peribadatan. SESF sangat ideal untuk dipasang di tempat-tempat ini karena kebutuhannya relatif kecil. Dengan SESF 100 /120Wp sudah cukup untuk keperluan penerangan dan pengeras suara;
  • Penyediaan listrik untuk sarana umum. Dengan daya kapasitas 400 Wp sudah cukup untuk memenuhi listrik sarana umum;
  • Penyediaan listrik untuk sarana pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas, Posyandu, dan Rumah Bersalin;
  • Penyediaan listrik untuk Kantor Pelayanan Umum Pemerintah. Tujuan pemanfaatan SESF pada kantor pelayanan umum adalah untuk membantu usaha konservasi energi dan mambantu PLN mengurangi beban puncak disiang hari;
  • Untuk pompa air ( solar power supply for waterpump ) yang digunakan untuk pengairan irigasi atau sumber air bersih (air minum).

Kendala Pengembangan Fotovoltaik di Indonesia

  • Kendala yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah:
  • Harga modul surya yang merupakan komponen utama SESF masih mahal mengakibatkan harga SESF menjadi mahal, sehingga kurangnya minat lembaga keuangan untuk memberikan kredit bagi pengembangan SEEF;
  • Sulit untuk mendapatkan suku cadang dan air accu , khususnya di daerah perdesaan, menyebabkan SESF cepat rusak;
  • Pemasangan SESF di daerah perdesaan pada umumnya tidak memenuhi standar teknis yang telah ditentukan, sehingga kinerja sistem tidak optimal dan cepat rusak.;
  • Pada umumnya, penerapan SESF dilaksanakan di daerah perdesaan yang sebagian besar daya belinya masih rendah, sehingga pengembangan SESF sangat tergantung pada program Pemerintah;
  • Belum ada industri pembuatan sel surya di Indonesia, sehingga ketergantungan pada impor sangat tinggi. Akibatnya, dengan menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar menyebabkan harga modul surya menjadi semakin mahal.

2. TEKNOLOGI ENERGI SURYA TERMAL

Selama ini, pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung.

Teknologi dan Kemampuan Nasional

Berbagai teknologi pemanfaatan energi surya termal untuk aplikasi skala rendah (temperatur kerja lebih kecil atau hingga 60 o C) dan skala menengah (temperatur kerja antara 60 hingga 120 o C) telah dikuasai dari rancang-bangun, konstruksi hingga manufakturnya secara nasional. Secara umum, teknologi surya termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga madya. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan kayu/besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri manufaktur nasional.

Beberapa peralatan yang telah dikuasai perancangan dan produksinya seperti sistem atau unit berikut:

  • Pengering pasca panen (berbagai jenis teknologi);
  • Pemanas air domestic;
  • Pemasak/oven;
  • Pompa air (dengan Siklus Rankine dan fluida kerja Isopentane );
  • Penyuling air ( Solar Distilation/Still );
  • Pendingin (radiatif, absorpsi, evaporasi, termoelektrik, kompressip, tipe jet);
  • Sterilisator surya;
  • Pembangkit listrik dengan menggunakan konsentrator dan fluida kerja dengan titik didih rendah.

Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100 %, sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe ), kandungan lokal minimal mencapai 50%.

Sasaran Pengembangan Energi Surya Termal

Sasaran pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:

Meningkatnya kapasitas terpasang sistem energi surya termal, khususnya untuk pengering hasil pertanian, kegiatan produktif lainnya, dan sterilisasi di Puskesmas.

Tercapainya tingkat komersialisasi berbagai teknologi energi surya thermal dengan kandungan lokal yang tinggi.

Strategi Pengembangan Energi Surya Termal

  • Strategi pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut: Mengarahkan pemanfaatan energi surya termal untuk kegiatan produktif, khususnya untuk kegiatan agro industri.
  • Mendorong keterlibatan swasta dalam pengembangan teknologi surya termal.
  • Mendor ong terciptanya sistem dan pola pendanaan yang efektif.
  • Mendorong keterlibatan dunia usaha untuk mengembangkan surya termal.

Program Pengembangan Energi Surya Termal

Program pengembangan energi surya termal di Indonesia adalah sebagai berikut:

Melakukan inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi serta aplikasi teknologi fototermik secara berkelanjutan.

Melakukan diseminasi dan alih teknologi dari pihak pengembang kepada pemakai (agro-industri, gedung komersial, dan lain-lain) dan produsen nasional (manufaktur, bengkel mekanik, dan lain-lain) melalui forum komunikasi, pendidikan dan pelatihan dan proyek-proyek percontohan.

  • Melaksanakan standarisasi nasional komponen dan sistem teknologi fototermik.
  • Mengkaji skema pembiayaan dalam rangka pengembangan manufaktur nasional.
  • Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk berbagai teknologi fototermik.
  • Meningkatkan produksi lokal secara massal dan penjajagan untuk kemungkinan ekspor.
  • Pengembangan teknologi fototermik suhu tinggi, seperti: pembangkitan listrik, mesin stirling , dan lain-lain.

Peluang Pemanfaatan Energi Surya Termal

Prospek teknologi energi surya termal cukup besar, terutama untuk mendukung peningkatan kualitas pasca-panen komoditi pertanian, untuk bangunan komersial atau perumahan di perkotaan.

  • Prospek pemanfaatannya dalam sektor-sektor masyarakat cukup luas, yaitu:
  • Industri, khususnya agro-industri dan industri pedesaan, yaitu untuk penanganan pasca-panen hasil-hasil pertanian, seperti: pengeringan (komoditi pangan, perkebunan, perikanan/peternakan, kayu olahan) dan juga pendinginan (ikan, buah dan sayuran);
  • Bangunan komersial atau perkantoran, yaitu: untuk pengkondisian ruangan ( Solar Passive Building , AC) dan pemanas air;
  • Rumah tangga, seperti: untuk pemanas air dan oven/ cooker ;
  • PUSKESMAS terpencil di pedesaan, yaitu: untuk sterilisator, refrigerator vaksin dan pemanas air.

Kendala Pengembangan Energi Surya Termal

Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan surya termal adalah:

  • Teknologi energi surya termal untuk memasak dan mengeringkan hasil pertanian masih sangat terbatas. Akan tetapi, sebagai pemanas air, energi surya termal sudah mencapai tahap komersial. Teknologi surya termal masih belum berkembang karena sosialisasi ke masyarakat luas masih sangat rendah;
  • Daya beli masyarakat rendah, walaupun harganya relatif murah;
  • Sumber daya manusia (SDM) di bidang surya termal masih sangat terbatas. Saat ini, SDM hanya tersedia di Pulau Jawa dan terbatas lingkungan perguruan

Wind Enegy Indonesia PDF Cetak E-mail
Diupload Oleh Administrator
Monday, 20 August 2007
Top

Background
Advantages/Disadvantages of Wind EnergyAdvantages
General Condition in Indonesia

Wind Energy Potential in Indonesia
National Wind Energy Technology
Application
List of Companies Working on Wind Energy
Supporting Facilities
Barriers

Background

Wind is a form of solar energy. The uneven heating of the atmosphere by the sun, the irregularities of the earth's surface, and rotation of the earth cause winds. Wind flow patterns are modified by the earth's terrain, bodies of water, and vegetation. Humankind uses this wind flow, or motion energy, for many purposes, to name a few: flying a kite/zeppelin, sailing, grinding grain, pumping water, and even generating electricity.

The terms wind energy or wind power describe the process by which the wind is used to generate mechanical power or electricity. Wind turbines convert the kinetic energy in the wind into mechanical power. This mechanical power can be used for specific tasks (such as grinding grain or pumping water) or a generator can convert this mechanical power into electricity.

A wind turbine works the opposite of a fan. Instead of using electricity to make wind, like a fan, wind turbines use wind to make electricity. The wind turns the blades, which spin a shaft, which connects to a generator and makes electricity. Large and modern wind turbines operate together in wind farms to produce electricity for utilities, while homeowners and remote villages, to help meet their energy needs, use small turbines.

Indonesia has relatively available potential site for wind energy utilization, but its utilization is still low. Currently, research and efforts are continuously conducted to open the possibilities of increasing the wind energy utilization.

Advantages/Disadvantages of Wind Energy

Despite its disadvantages, wind energy offers many advantages, which explains why it's the fastest-growing energy source in the world. Research efforts are aimed at addressing the challenges to larger use of wind energy.

Advantages

  1. Because wind energy is fueled by the wind, a clean fuel source, it makes wind energy a clean energy. Wind energy does not pollute the air like common power plants that rely on combustion of fossil fuels, such as coal or natural gas. Wind turbines do not produce harmful emissions that cause acid rain or greenhouse gasses, so it is environmentally friendly.
  2. Wind energy is a domestic source of energy, produced in the Indonesia . The nation's wind supply is relatively available (especially in the eastern part).
  3. Wind energy relies on the renewable power of the wind, which cannot be used up. As already mentioned, wind is actually a form of solar energy.
  4. Nowadays, wind energy is one of the lowest-priced renewable energy technologies available. Depending upon the wind resource and project financing of the particular project, wind energy cost less than 6 cents USD per kilowatt-hour (for potential site with wind speed > 5 m/s or offshore).
  5. Wind turbines can be constructed on farms or ranches, thus benefiting the economy in rural areas, where most of the best wind sites are found. Farmers and ranchers can continue to work the land because the wind turbines use only a fraction of the land. Wind power plant owners make rent payments to the farmer or rancher for the use of the land.

Disadvantages

  1. Wind power must compete with conventional generation sources on a cost basis. Depending on how energetic a wind site is, the wind farm may or may not be cost competitive. Even though the cost of wind power has decreased dramatically in the past 10 years, the technology requires a higher initial investment than fossil-fueled generators (and even other renewable based generators).
  2. The major challenge to using wind as a source of power is that the wind is intermittent and it does not always blow when electricity is needed. Wind energy cannot be stored (unless batteries are used); and not all winds can be harnessed to meet the timing of electricity demands.
  3. Suitable wind sites are often located in remote locations, far from cities where the electricity is needed.
  4. Wind resource development may compete with other uses for the land and those alternative uses may be more highly valued than electricity generation.
  5. Although wind power plants have relatively small impact on the environment compared to other conventional power plants, there is some concern over the noise produced by the rotor blades, aesthetic (visual) impacts, and sometimes birds have been killed by flying into the rotors. Most of these problems have been resolved or greatly reduced through technological development or by properly siting wind plants.

General Condition in Indonesia

  • Wind energy development is part of national energy program in order to realize a sustainable supply and utilization of energy.
  • There are some potential locations in the country for wind energy utilization.
  • Installed capacity for wind power is relatively still small compared to its potential.

Top
Background
Advantages/Disadvantages of Wind EnergyAdvantages
General Condition in Indonesia

Wind Energy Potential in Indonesia
National Wind Energy Technology
Application
List of Companies Working on Wind Energy
Supporting Facilities
Barriers

Wind Energy Potential in Indonesia

Wind energy potential in Indonesia quite varies and could be classified into three categories, namely:

  • small-scale utilization, with wind speed of 2.5 – 4 m/s and capacity up to 10 kW;
  • medium-scale utilization, with wind speed of 4 – 5 m/s and capacity of 10 – 100 kW;
  • large-scale utilization, with wind speed and capacity higher than 5 m/s and 100 kW, respectively.

Recorded and measured wind data are as follow:

  • Region of Nusa Tenggara Barat: wind speed ranging from 3.4 – 5.3 m/s (10 locations);
  • Region of Nusa Tenggara Timur: wind speed ranging from 3.2 – 6.5 m/s (10 locations);
  • Region of Sulawesi and other: wind speed ranging from 2.6 – 4.9 m/s (10 locations).

Detail data* of each region is tabulated below.

* Data is properties of National Institute for Aeronautics and Space ( LAPAN).

Top
Background
Advantages/Disadvantages of Wind EnergyAdvantages
General Condition in Indonesia

Wind Energy Potential in Indonesia
National Wind Energy Technology
Application
List of Companies Working on Wind Energy
Supporting Facilities
Barriers

National Wind Energy Technology

Generally speaking, US / Europe wind turbines available in the market are usually designed for high wind speed application which is not quite appropriate for wind condition in Indonesia . Meanwhile, there are some wind turbines, which might be appropriate to be used in the country. Therefore, development of wind energy technologies in Indonesia is widely opened. Currently, wind energy technologies developed in the country are designs and prototypes for:

  • power plants with capacity of 50 – 10,000 W;
  • mechanical power pumping with capacity of 45 – 250 liters/min;
  • power plants with capacity of 3.5 kW coupled with electrical pump for water pumping.

National Fabrication Capability

In general, status of national fabrication for wind energy conversion system is:

  • small-scale utilization: national industry has already able to built wind energy conversion system components up to 5 kW capacity and they are ready for mass production if the market available;
  • medium and large scale utilization: still under development.

Application

Testing, information dissemination, and direct utilization of wind energy for various applications, to wit: lighting, battery charging, radio communication, television, radio, home industry, telecommunication, water pumping.

List of Companies Working on Wind Energy

Below are list of companies involved in wind energy development in Indonesia . To name a few:

  • PT Indonesia Power
  • PT PLN-JE
  • PT Bumi Energi Equatorial
  • Obayashi Corporation
  • PT Guna Elektro
  • PT Indokomas Buana Perkasa
  • PT Citrakaton Dwitama.

Supporting Facilities

To support wind energy development, the country already has various facilities:

  • wind potential measurement equipments;
  • wind energy conversion system laboratory;
  • field-testing laboratory;
  • aerodynamic laboratory – subsonic speed.

Barriers

Below are several barriers encountered for wind energy development in the country, viz.:

  • technical and financial difficulties in data access for input on establishment of wind potential map;
  • limited fund to access and identify potential location especially in islands and remote areas;
  • relatively high price for wind energy compared to fossil based energy;

available wind energy products (usually for high speed application) are not suitable for the country's application (low speed).