Rabu, 04 November 2009

Teknologi Gasifikasi Biomas

Teknologi Gasifikasi Biomas

oleh: Ir. Tasliman,M.Eng

Pengantar

Teknologi gasifikasi sebagai salah satu teknologi konversi energi biomas saat ini masih sangat terbatas perkembangannya di Indonesia. Penelitian mengenai gasifikasi biomas juga masih sangat sedikit dilakukan. Padahal teknologi tersebut menghasilkan bahan bakar gas yang sangat fleksibel penggunaannya.

Pendahuluan

Ketika konsumsi domestik bahan bakar minyak terus meningkat sehingga membawa Indonesia menjadi net oil importer, substitusi ke energi non fosil dengan memanfaatkan sumber energi alternatif secara lebih efisien dan menggunakan teknologi yang lebih modern merupakan salah satu langkah yang niscaya.

Salah satu sumber energi alternatif yang besar peluangnya untuk dikembangkan pemanfaatannya di Indonesia ialah energi biomas. Indonesia memiliki sumber biomas yang melimpah, sehingga potensi untuk menjadikannya sebagai sumber energi (bahan bakar) sangatlah besar. Sebagai sumber energi, biomas memiliki beberapa keuntungan terutama dari sifat terbarukannya, dalam arti bahan tersebut dapat diproduksi ulang. Selain itu, dari segi lingkungan, penggunaan biomas sebagai bahan bakar memiliki 2 segi positif yaitu 1) bersifat mendaur ulang CO2, sehingga emisi CO2 ke atmosfir secara netto berjumlah nol, dan 2) sebagai sarana mengatasi masalah limbah pertanian.

Dari segi biaya, pada berbagai situasi lokal, sangat dimungkinkan untuk secara ekonomi memperoleh keuntungan dari pemanfaatan biomas sebagai sumber energi, antara lain jika memenuhi salah satu di antara keadaan berikut.

  • Biomas tersedia secara melimpah sehingga harganya jauh lebih murah dibanding minyak, atau
  • Tempat tersebut terpencil sehingga mendistribusikan listrik PLN melalui kabel menjadi terlalu mahal serta kesulitan transport menjadikan harga minyak sangat tinggi, atau
  • Biomas merupakan limbah dari industri setempat sehingga pemanfaatan biomas merupakan cara untuk mengatasi masalah limbah.

Di Indonesia terdapat banyak wilayah pedesaan atau perkebunan yang memenuhi satu atau lebih kriteria di atas. Data perkiraan hasil studi kelayakan yang dilakukan Community Power Corporation (USA), menyebutkan bahwa di Indonesia setidaknya terdapat 60.000 komunitas atau 12 – 15 juta KK tanpa pasokan listrik yang berada di tengah wilayah pertanian / perkebunan / hutan yang kaya sumber biomas (Anonim, 1999).

Kenaikan harga bensin dan solar akhir-akhir ini telah menjadikan pemanfaatan biomas menjadi lebih menarik secara ekonomi. Lebih lagi, jika rencana pemerintah untuk mencabut subsidi minyak tanah jadi terlaksana, maka insentif untuk pemanfaatan biomas di sektor rumah tangga akan meningkat.

Saat ini di Indonesia, penggunaan biomas sebagai sumber energi terutama lebih banyak pada sektor tradisional, berupa penggunaan sebagai kayu bakar untuk keperluan rumah tangga di pedesaan. Penggunaan biomas secara lebih efisien serta lebih “bersih” memungkinkan penggunaan biomas sebagai sumber energi pada sektor modern. Penggunaan biomas di sektor modern berarti dikaitkan dengan fasilitas modern misalnya sebagai penggerak motor bakar serta mampu dimanfaatkan berujud energi mekanik atau listrik dengan sumber yang tersentralisasi.

Pemanfaat biomas sebagai sumber energi mekanik dan listrik yang paling luas di Indonesia saat ini terbatas pada pabrik gula, menggunakan teknik pembakaran langsung. Biomas yang berupa ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar pemanas boiler penghasil uap tekanan tinggi. Uap tersebut digunakan untuk memutar turbin penggerak seluruh mesin di pabrik serta sumber pemasok listrik untuk seluruh kebutuhan pabrik. Secara terbatas, limbah biomas juga dimanfaatkan di beberapa pabrik minyak kelapa sawit dan pengolahan kayu. Namun demikian, cara yang digunakan masih berupa pembakaran langsung. Pemanfaatan biomas secara modern dengan cara diubah ke wujud gas baik dengan cara anaerobic digestion maupun melalui gasifikasi, masih sangat terbatas penerapannya.

Teknologi gasifikasi sebagai salah satu teknologi konversi energi biomas saat ini masih sangat terbatas perkembangannya di Indonesia. Penelitian mengenai gasifikasi biomas juga masih sangat sedikit dilakukan. Padahal teknologi tersebut menghasilkan bahan bakar gas yang sangat fleksibel penggunaannya, mulai dari untuk memasak dengan nyala yang bersih sampai untuk menjalankan motor penggerak (motor busi, motor diesel, maupun turbin)

Selain itu, teknologi gasifikasi memungkinkan masyarakat pelosok yang tidak terjangkau distribusi listrik melalui kabel PLN dapat memperoleh sumber energi, baik berupa energi panas, energi mekanik, maupun energi listrik secara efisien dengan menggunakan bahan bakar lokal. Sebagaimana anaerobic digestion, gasifikasi biomas juga dapat dilakukan dengan skala kecil sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan di pedesaan dan wilayah terpencil.

Teknologi gasifikasi biomas merupakan teknologi yang relatif sederhana dan mudah pengoperasiannya serta secara teknik maupun ekonomi adalah layak untuk dikembangkan. Dengan demikian teknologi gasifikasi biomas sangat potensial menjadi teknologi yang sepadan untuk diterapkan di berbagai tempat di Indonesia. Namun masih diperlukan penelitian mendasar untuk menjadikannya teknologi siap sebar.

Teori Gasifikasi Biomas

Proses gasifikasi biomas merupakan proses konversi secara termo-kimia bahan biomas padat menjadi bahan gas. Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa pada suhu sekitar 150 – 900 °C, diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu 900 – 1400 °C, serta proses reduksi pada suhu 600 – 900 °C (Abdullah, et al 1998). Baik proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi berlangsung dalam keadaan kekurangan oksigen. Dengan kata lain, gasifikasi biomas boleh dipahami sebagai reaksi oksidasi parsial biomas menghasilkan campuran gas yang masih dapat dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar).

Pada proses gasifikasi terjadi banyak reaksi yang terjadi secara bertingkat. Jika disederhanakan, secara netto reaksi gasifikasi dengan oksidator udara atau oksigen dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4245PjLi0GbM0bkPwjq1CZyAHN1w7h3p66aASp-D0N4BFYyvfwyEp5ifIO3ElzLeBFRvptNok0sXo-MNhyU29Q_q__zz__RxedmYG0UBaNbN33xOjMUmDHtc2ButyDyQ8P4d1WCLcHIRH/s400/New+Picture+%2857%29.png(Simpson, 2001)1

Hasil yang diperoleh dari gasifikasi biomas merupakan campuran beberapa macam gas. Komponen utama bahan bakar dalam gas biomas adalah H2 dan CO. Kandungan CO dalam gas biomas 15 – 30 %, sedang H2 antara 10 – 20 % (Turare, 1997). Komponen CnHmOk pada persamaan di atas berupa fraksi uap campuran dari berbagai macam senyawa organik yang disebut dengan nama umum tar.

Gas hasil proses gasifikasi dinamakan producer gas atau gas biomas untuk membedakan dengan istilah biogas, yaitu gas hasil fermentasi anaerob (anaerobic digestion) biomas. Sedang alat atau ruang yang digunakan untuk menggasifikasi biomas dinamakan gasifier atau reaktor gasifikasi atau generator gas.

Gas biomas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Sebagai bahan bakar, gas biomas mempunyai pemanfaatan yang cukup luas, antara lain untuk memasak, menggerakkan turbin gas, menggerakkan motor bakar dalam, sebagai bahan bakar pada ketel uap, serta untuk penerangan. Pada jaman perang dunia kedua, diperkirakan sekitar satu juta kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar gas biomas (Anonim, 1986). Pada saat ini, pemanfaatan utama gas biomas adalah untuk menjalankan motor stasioner pembangkit listrik. Dengan sedikit modifikasi, motor bensin biasa dapat dijalankan dengan bahan bakar gas biomas.

Jika gasnya dibakar untuk menghasilkan panas, sistem gasifikasi memiliki kelebihan dibanding pembakaran biomas secara langsung. Karena berbentuk gas, pembakaran gas biomas jauh lebih mudah dikontrol dibanding pembakaran biomas secara langsung, sehingga hal tersebut menguntungkan dari segi konservasi energi serta penekanan polusi udara. Keuntungan gasifikasi antara lain: lebih bersih, karena pembakaran lebih sempurna sehingga emisi polutan lebih rendah. Selain itu lebih mudah pengaturan laju pembakarannya. Namun ada beberapa kerugian yaitu, peralatan lebih rumit dan lebih mahal dibanding pembakaran langsung serta memerlukan ketrampilan yang lebih tinggi. Selain itu juga memerlukan persiapan bahan (perlu dipotong atau dicacah menjadi serpih kecil).

1 Koefisien reaksi tidak disertakan

Rancangan Gasifier

Ada beberapa tipe reaktor gasifikasi, yang secara garis besar terbagi menjadi fixed-bed dan fluidized bed. Reaktor tipe fluidized bed biasanya berukuran besar dan menghasilkan daya dalam besaran MW. Sedang tipe fixed-bed digunakan untuk memperoleh daya kecil dengan kisaran kW sampai beberapa MW.

Pada kebanyakan tipe reaktor fixed-bed sebenarnya terjadi aliran secara lambat biomas dalam reaktor secara gravitasi. Itulah sebabnya tipe ini juga disebut sebagai moving-bed. Beberapa macam reaktor gasifikasi yang paling banyak digunakan saat ini diberikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Tipe reaktor gasifikasi

Moving beds

Fluid beds

Entrained beds

Co-current

Counter current

Dense

Circulating

Suhu °C

700-1200

700-900

<>

<>

± 1500

Tar

Rendah

Tinggi

Sedang

Sedang

Tidak ada

Kontrol

Mudah

Paling Mudah

Sedang

Sedang

Kompleks

Skala

<>

<>

10 – 100 MW

> 20 MW

> 100 MW

(diolah dari Knoef, 2005

Pada tipe moving-bed, biomas akan mengalir ke bawah secara lambat dalam reaktor berbentuk tabung, seiring dengan laju pembakaran yang terjadi pada bagian bawah tumpukan tersebut. Pada tipe tersebut selama proses gasifikasi, front nyala api terjadi di bagian bawah reaktor, sehingga nama lengkap untuk tipe ini adalah moving-bed fixed-flame. Reaktor moving bed cocok untuk biomas yang mudah bergerak ke bawah oleh gaya gravitasi misalnya serpih / cebis kayu (wood chips), kayu potong kecil, tongkol jagung, tempurung kelapa, dan sebagainya. Tipe reaktor moving bed yang saat ini beroperasi terdiri dari 2 macam yaitu down-draft (co-current) dan up-draft (counter-current).

Karena kandungan tarnya tinggi, reaktor tipe up-draft cocok untuk memasok gas untuk tungku dan tidak cocok untuk memasok bahan bakar untuk motor bakar dalam. Untuk memperoleh bahan bakar bagi motor bakar dalam, reaktor yang cocok adalah tipe down-draft, karena kandungan tarnya rendah sehingga lebih mudah dan murah untuk membersihkannya. Pada Gambar 1 ditunjukkan skema reaktor gasifikasi up-draft dan down-draft.

Selain itu juga terdapat tipe reaktor yang biomas di dalamnya tidak mengalir. Pada tipe ini selama proses, nyala api bergerak dari bagian bawah reaktor menuju bagian atas. Oleh sebab itu tipe ini disebut sebagai tipe batch, karena tidak bisa dilakukan penambahan bahan bakar selama proses, atau disebut juga fixed-bed moving-flame. Pada dasarnya reaktor jenis moving flame dirancang untuk biomas yang sulit mengalir yaitu sekam padi. Tipe ini jumlahnya tidak banyak, namun penelitian oleh Baozhao dan Yicheng (1994) menunjukkan bahwa tipe ini bekerja dengan baik. Reaktor tipe down-draft tersebut digunakan untuk menjalankan motor stasioner.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyy6QDlx73RY4YI9rnaEaFG-2dulBlj3cAeLkRhJPr5vgpOtudL1D85YsCWQKJadYk7CwXLcF_MF0BoYbm9qiWjfyvyIQcl-BIh16zT_OKmXIZt1tAAKcv9VHJ0onIZspjWOq9eWQr0Z56/s400/New+Picture+%286%29.gif

A. Up-draft


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4wEQfI97fD8QtRkFuyhyt-uMOF-_vF7Gm96d3-ZnGrPuiqfqMSlT7WvvMyKNBmt0KA8-PmZzIe6NGD06XeKj1I5sI08knl8xTxPItNblhU84AhzXzH-rCeX0bvPd4pv8VYj2n_m1PLEr_/s400/New+Picture+%2858%29.png
B. Down-draft

Gambar 1. Dua sub-tipe reaktor gasifikasi moving bed (Turare, 1997).

Superficial Velocity

Parameter reaktor gasifikasi tipe down-draft yang sangat penting yaitu superficial velocity (SV) atau yang juga dikenal dengan istilah hearth load. SV adalah perbandingan antara kapasitas produksi gas (m3/detik) dengan luas penampang “leher” penyalaan dalam reaktor (m2), sehingga satuannya ialah m/detik. Dari rancangan gasifier, SV merupakan parameter yang menentukan kandungan tar, prosentase arang yang tersisa, serta nilai energi gas yang dihasilkan. Pada SV rendah akan dihasilkan tar dan sisa arang yang tinggi. Gas yang dihasilkan pada SV rendah akan memiliki kandungan energi yang tinggi namun sebagian besar berupa tar, sehingga tidak menguntungkan untuk bahan bakar motor. Selain itu banyak kandungan energi biomas yang masih tersisa dalam bentuk arang. Sedang pada SV yang terlalu tinggi, proses akan mendekati keadaan pembakaran sempurna, sehingga nyaris tidak tersisa lagi energi dalam gas yang dihasilkan. Menurut Reed (1999), nilai SV optimal untuk reaktor down draft yang memproduksi gas untuk bahan bakar motor yaitu sekitar 0,26 m/detik.


Gas Biomas Sebagai Bahan Bakar Motor

Selain langsung dibakar pada tungku untuk memperoleh panas, cara pemanfaatan gas biomas ialah dengan menjadikannya bahan bakar motor bakar dalam (internal combustion engine). Motor yang digunakan dapat berjenis motor busi maupun diesel. Dengan sedikit modifikasi pada karburator, motor busi dapat dijalankan dengan bahan bakar gas biomas saja. Sedang motor diesel tidak dapat dijalankan hanya dengan gas biomas melainkan harus menggunakan sistem dual-fuel, yaitu gas biomas digunakan secara bersama dengan solar. Pada motor diesel tetap diperlukan bahan bakar solar karena injeksi solar digunakan untuk keperluan penyalaan.

Pendinginan dan Pembersihan Gas

Agar dapat digunakan untuk menjalankan motor, gas dari reaktor harus dibersihkan terlebih dahulu dari debu partikel padat dan tar, karena keberadaan kedua benda tersebut dapat mengganggu kinerja motor atau bahkan dapat merusak komponen motor. Selain itu gas tersebut juga harus didinginkan agar volume spesifiknya turun sehingga menaikkan efisiensi volumetric pada saat langkah isap.

Ada beberapa teknik pembersihan dan pendinginan gas biomas. Teknik pembersihan antara lain berupa:

  1. Pemisahan partikel padat dengan siklon
  2. Pencucian tar serta sisa partikel padat dengan dilewatkan air tergenang
  3. Pencucian dengan cara disemprot air
  4. Penyaringan kering menggunakan bahan saring sistem curah (adsorpsi)
  5. Penyaring dengan lembaran kain saring.

Pada satu sistem gasifikasi, bisa melibatkan satu atau lebih teknik di atas.

Teknik pendinginan gas biomas sangat tergantung pada sistem pembersihan yang digunakan. Jika pembersihannya menggunakan air, maka hal tersebut sekaligus merupakan proses pendinginan. Untuk sistem kering, pendinginan bisa menggunakan penukar panas dengan fluida penukar berupa air atau udara. Jika digunakan udara untuk pendinginan, bisa digunakan aliran alami atau aliran paksa memanfaatkan kipas.

Percobaan oleh LaFontaine dan Zimmerman (1989) menunjukkan bahwa gasifikasi dengan sistem pendinginan udara dan penyaringan curah menggunakan wood chips cukup memadai untuk menjalankan traktor dengan daya 35 Hp, tanpa mengalami masalah yang berarti. Penggunaan cebis kayu merupakan cara yang praktis sehingga banyak digunakan (Anonim, 1986). Bahan yang lain untuk penyaring curah adalah arang, glass-wool (anonym, 1986), dan sebagainya..

Macam-Macam Biomas untuk Gasifikasi

Terdapat berbagai macam sumber biomas yang dapat digunakan sebagai umpan pada proses gasifikasi. Pada dasarnya semua jenis biomas padat kering dapat digasifikasi, meskipun untuk satu rancangan reaktor biasanya hanya cocok untuk beberapa jenis biomas tertentu.

Beberapa parameter gasifikasi yang sangat dipengaruhi oleh biomas yang digunakan yaitu stabilitas nyala, mutu gas (kandungan energi, tingkat kebersihan), efisiensi, dan penurunan tekanan yang disebabkan hambatan aliran udara melalui tumpukan bahan. Beberapa parameter utama kesesuaian biomas untuk gasifikasi adalah: kandungan energi, kadar air, kandungan bahan volatile, ukuran bahan, distribusi ukuran bahan, reaktivitas penyalaan, kadar abu, komposisi kimia abu, rapat curah, dan karakteristik pengarangannya (Anonim, 1986).

Status Teknologi Gasifikasi Biomas Di Indonesia

Saat ini telah ada beberapa sistem gasifikasi biomas yang sudah terpasang dan beroperasi di Indonesia. Namun informasi mengenai teknologi gasifikasi biomas di Indonesia masih sangat sedikit. Data tahun 1999 (Anonim, 1999) menyebutkan bahwa Community Power Corporation (USA), bekerjasama dengan PT. Bakrie Sumatera Plantation (BSP) dan Bakrie Renewable Energy System merencanakan untuk membangun sistem gasifikasi biomas untuk elektrifikasi pemukiman terpencil pekerja perkebunan di PT BSP yang tersebar di berbagai lokasi perkebunan tersebut. Teknologi yang akan digunakan adalah teknologi gasifikasi biomas hasil penelitian di Amerika.

Belum diperoleh informasi lanjut mengenai status proyek tersebut saat ini. Meskipun demikian dapat diperkirakan bahwa untuk dapat menerapkan teknologi tersebut secara luas diperlukan proyek uji coba terlebih dahulu untuk menguji kesesuaian teknologi tersebut dengan kondisi setempat.

Dalam Harian Suara Pembaruan tanggal 19 Januari 2004 disebutkan bahwa PT Indonesia Power (IP) memanfaatkan sekam padi untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan cara gasifikasi. Sistem gasifikasi biomas yang berlokasi di pusat penggilingan padi di Desa Cipancuh Kecamatan Haur Geulis, Indramayu tersebut dilaporkan memiliki daya 100 kW.

Heriansyah (2005) melaporkan adanya beberapa sistem gasifikasi biomas yang beroperasi di Indonesia. Teknologi gasifikasi biomas antara lain telah dikembangkan oleh PT. Ajiubaya di sebagian kecil wilayah Kabupaten Sampit, Kalimantan Timur, dengan kapasitas 4 - 6 MW. Namun tidak dijelaskan sistem gasifikasi biomas yang digunakan. PT. Boma Bisma Indra telah mengoperasikan beberapa instalasi Bioner-1 dengan kapasitas sekitar 18 kW di beberapa wilayah di Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi Utara. Sistem tersebut berupa gasifikasi biomas untuk menjalankan motor diesel dan digunakan untuk pembangkit listrik, pompa air atau mesin penggiling (Heriansyah 2005).

Daftar Pustaka

Abdullah, K, AK Irwanto, N Siregar, E Agustina, AH Tambunan, M Yamin, E Hartulistyoso, YA Purwanto, D Wulandari, LO Nelwan; 1998; Energi dan Listrik Pertanian; JICA—DGHE / IPB Project / ADAET.

Anonim; 1986; Wood Gas as Engine Fuel; Food And Agriculture Organization Of The United Nations; Rome.

Anonim; 1999; Small Modular Biopower Project; Phase 1 Project Report; Community Power Corporation; Aurora, Colorado

Baozhao, Z., and X. Yicheng; 1994; Study On Performance Of Biomass Gasifier-Engine Systems And Their Environmental Aspects; dalam Nan et al (eds.); Integrated Energy Systems In China - The Cold Northeastern Region Experience; Food And Agriculture Organization Of The United Nations; Rome.

Heriansyah, I; 2005; Potensi Pengembangan Energi dari Biomassa Hutan di Indonesia; INOVASI Vol.5/XVII/November 2005; http://io.ppi-jepang.org/article.php?edition=5

Knoef, H.A.M; 2005; Biomass Gasification; BTG Biomass Technology Group; http://www.btgworld.com/2005/html/technologies/gasifica tion.html

LaFontaine, H., and E.P. Zimmerman; 1989; Construction of a Simplified Wood Gas Generator for Fueling Internal Combustion Engines in a Petroleum Emergency; 2nd Edition; The Biomass Energy Foundation Press; Golden, Colorado.

Reed, T. B., R. Walt, S. Ellis, A. Das, S. Deutch; 1999; Superficial Velocity - The Key To Downdraft Gasification; Presented at 4th Biomass Conference of the Americas; Oakland, California, 29 August 1999

Simpson, D.H.; 2001; Biomass Gasification for Sustainable Development; http://www.safariseeds.com/botanical/biodigestion/ Biodigestion.htm

Suara Pembaruan tanggal 19 Januari 2004; Setrum dari Sekam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar